JAKARTA – Serangkaian insiden kekerasan yang melibatkan oknum TNI-Polri di awal 2025 menuai kritik tajam dari Direktur Merah Putih Stratejik Institut (MPSI), Noor Azhari. Ia menyebut, kekerasan ini mencerminkan buruknya pembinaan personel dan lemahnya penegakan hukum di tubuh kedua institusi tersebut.

Salah satu insiden yang mencuat adalah penembakan terhadap seorang pengusaha rental mobil di rest area Tol Tangerang-Merak oleh oknum TNI AL yang berujung pada kematian korban. “Kasus ini menunjukkan penyalahgunaan wewenang dan kegagalan profesionalisme institusi militer,” kata Azhari melalui keterangannya, Minggu (5/1/2025).

Kasus lain terjadi di Polsek Cinangka, Pandeglang, di mana korban sebelumnya meminta perlindungan namun ditolak aparat, hingga berujung pada penembakan. Azhari juga menyoroti insiden Desember 2024 di Semarang, di mana seorang remaja tewas ditembak oknum Polri dengan dalih terlibat tawuran.

Selain itu, pengeroyokan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) oleh belasan anggota Polri di Mamuju, Sulawesi Barat, kembali mencerminkan kebrutalan aparat. “Ini bukti aparat sering bertindak sewenang-wenang tanpa tanggung jawab terhadap tugas sebagai pelindung masyarakat,” ujarnya.

Tak hanya kekerasan, kasus pemecatan tidak hormat terhadap sejumlah anggota Ditresnarkoba Polda Metro Jaya terkait pemerasan warga Malaysia di konser DWP 2024 turut menambah daftar panjang pelanggaran integritas. Lebih ironis, beberapa oknum yang terlibat kasus berat justru mendapatkan promosi jabatan.

Azhari menilai situasi ini mencerminkan kegagalan besar dalam manajemen internal TNI-Polri. “Jika dibiarkan, kondisi ini akan merusak demokrasi dan hubungan antara negara dan rakyat,” tegasnya.

Ia mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan evaluasi besar-besaran terhadap kelembagaan dan kepemimpinan TNI-Polri, termasuk memperketat rekrutmen dan pengawasan terhadap personel. “Tanpa langkah konkret, krisis kepercayaan terhadap TNI-Polri akan semakin dalam,” pungkasnya. (Ril)

redaksi
Editor
redaksi
Reporter