Menjadi kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah salah satu fase paling berharga dalam perjalanan hidup saya. Sejak pertama kali bergabung, saya merasakan atmosfer keilmuan, kebersamaan, dan perjuangan yang membentuk cara berpikir serta karakter saya hingga hari ini.
Saya masih ingat bagaimana diskusi-diskusi panjang di sekretariat dan di study club, yang sering kali berlangsung hingga larut malam. Kami membahas banyak hal dari isu sosial, politik, hingga pemikiran Islam. Dari sana, saya belajar melihat dunia dengan lebih kritis dan bijak. HMI mengajarkan saya untuk tidak sekadar menjadi mahasiswa biasa, tetapi juga agen perubahan yang berpikir progresif dan berani mengambil sikap.
Tak hanya soal intelektualitas, HMI juga menjadi rumah bagi persaudaraan yang erat. Banyak senior dan sahabat seperjuangan yang hingga kini tetap menjadi bagian penting dalam hidup saya. Bersama mereka, saya mengalami berbagai suka dan duka—dari mengikuti basic training, intermediate training, advance training, mengorganisir aksi sosial, hingga terlibat dalam dinamika organisasi yang penuh tantangan. Semua itu mengasah mental dan kepemimpinan saya.
Kenangan di HMI bukan sekadar cerita masa lalu, tetapi bekal berharga yang terus membentuk saya dalam menjalani kehidupan. Nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan yang diajarkan di HMI tetap menjadi kompas dalam setiap langkah saya, baik dalam dunia akademik, profesional, maupun kehidupan sosial.
Semboyan ” Berilmu Amalia dan Beramal Ilmiah” telah memotivasi saya untuk belajar dan terus belajar mendalami makna substansi dari konsep semboyan dimaksud. Akhirnya saya pahami bahwa prinsip ” Berilmu Amalia dan Beramal Ilmiah ” bukan sekadar semboyan, tetapi sebuah pedoman hidup yang memiliki makna mendalam bagi saya. Konsep ini mengajarkan bahwa ilmu bukan hanya untuk dipahami, tetapi harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, setiap amal yang kita lakukan juga harus berlandaskan ilmu, agar tidak sekadar menjadi rutinitas tanpa makna.
Saya merasakan betul bagaimana prinsip ini membentuk cara saya berpikir dan bertindak. Dalam perjalanan akademik, organisasi, maupun kehidupan sosial, saya selalu berusaha memastikan bahwa ilmu yang saya peroleh tidak hanya berhenti sebagai teori, tetapi benar-benar memberi manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Ilmu tanpa amal adalah kesia-siaan, begitu pula amal tanpa ilmu dapat menyesatkan.
Banyak pengalaman yang mengajarkan saya arti sejati dari prinsip ini. Dalam organisasi, saya belajar bahwa kepemimpinan bukan hanya soal memegang jabatan, tetapi juga bagaimana mengimplementasikan ilmu manajemen, komunikasi, dan etika dalam menjalankan amanah. Dalam kehidupan sosial, saya menyadari bahwa berbagi dan mengabdi kepada masyarakat harus didasarkan pada pemahaman yang mendalam, bukan sekadar keinginan baik tanpa dasar yang kuat.
Prinsip Berilmu Amalia dan Beramal Ilmiah juga menjadi pengingat bagi saya untuk terus belajar dan berkembang. Ilmu tidak pernah statis, dan amal yang benar harus selalu disertai refleksi serta evaluasi. Saya yakin, dengan menjadikan prinsip ini sebagai landasan hidup, kita tidak hanya akan menjadi pribadi yang lebih baik, tetapi juga mampu memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat dan bangsa.
Saya bersyukur pernah menjadi bagian dari HMI. Sebab, di sinilah saya belajar tentang arti perjuangan, kepemimpinan, dan pengabdian yang sesungguhnya.
Selamat 78 Tahun HMI
Oleh: Mohtar Umasugi Korpres MD KAHMI Kepulauan Sula
Tinggalkan Balasan